Nasib Aktivitas Kendaraan Beroda Empat Listrik
Nasib Program Mobil ListrikAgus Pambagio (Ilustrasi: Edi Wahyono/detikcom)

Jakarta -Program Kementerian ESDM terkait dengan kegiatan Energi Mix 2025 ialah penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23%. Pada 2019 dibutuhkan penggunaan EBT pada bauran energi sebesar 17% dan pada 2050 sebesar 31%. Salah satu pendukung kegiatan pengurangan emisi gas rumah beling dari sektor Kementerian ESDM ialah penggunaan kendaraan atau kendaraan beroda empat listrik. Sayangnya hingga hari ini kegiatan kendaraan beroda empat listrik belum memiliki payung aturan yang jelas, meskipun sudah lebih dari 15 bulan Rancangan Peraturan Presidennya dibentuk dan diserahkan oleh Kementerian ESDM kepada Kementerian Sekretariat Negara.

Sebelumnya, pada Konferensi Perubahan Iklim (COP 21 - UNFCCC) di Paris, selesai Nopember 2015 Presiden Jokowi berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah beling hingga 29% demi menjaga kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 1,5 ℃ pada 2030. Perjanjian ini dikenal dengan nama Perjanjian Paris yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui UU No. 16 Tahun 2016 perihal Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim.

Dunia meyakini bahwa penggunaan kendaraan listrik akan mengurangi emisi CO2 yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar fosil secara signifikan. Kosongnya peraturan perundang-undangan menciptakan pemerintah tidak sanggup melangkah lebih jauh untuk menciptakan kebijakan perihal kendaraan atau kendaraan beroda empat listrik ini. Akibatnya, investor kendaraan listrik ragu untuk melangkah. Saya khawatir hal ini akan mensugesti posisi Indonesia dalam kancah bisnis industri kendaraan listrik ke depan.

Lalu, bagaimana industri kendaraan listrik ketika ini dan bagaimana posisi Indonesia di industri kendaraan berbahan bakar non fosil ke depan? Mau sebagai industri manufaktur atau hanya sekadar sebagai konsumen?

Perkembangan Kebijakan

Pemerintah bermaksud mendorong percepatan kehadiran kendaraan beroda empat listrik menyerupai yang terjadi di banyak negara, termasuk di ASEAN. "Pemerintah bergotong-royong menginginkan Indonesia tidak akan hanya menjadi basis pasar, basis produksi, tetapi juga basis teknologi," kata Menteri ESDM Ignasius Jonan seusai memimpin rapat pembahasan rancangan regulasi (Peraturan Presiden) perihal kegiatan percepatan kendaraan listrik di Nusa Dua, Bali, 24 Agustus 2017 lalu. Sayang hingga hari ini tak terperinci masa depan Rancangan Perpres Kendaraan Listrik tersebut. Kabar terakhir masih ada di tangan Kemenko Maritim. Tambah tidak jelas.

Memang ketika pembahasan antar kementerian muncul penolakan besar dari Kementerian Perindustrian terhadap Rancangan Perpres Kendaraan Listrik. Patut diduga kerasnya efek industri kendaraan bermotor Jepang, yang selama ini menguasai produksi dan pasar kendaraan bermotor berbahan bakar fosil di Indonesia, telah menciptakan pandangan Kementerian Perindustrian kurang sepakat dengan isi Rancangan Perpres yang diajukan oleh Kementerian ESDM.

Pertanyaannya, mengapa seperti Jepang menolak kebijakan Kementerian ESDM untuk pengembangan kendaraan beroda empat listrik? Salah satunya, Jepang ingin ada kendaraan hybrid dulu sebelum masuk ke Full Electric Vehicles.

Menurut ulasan aneka macam media online, Thailand sebagai salah satu negara di daerah ASEAN yang cukup maju industri otomotifnya sudah menjalin kolaborasi dengan perusahaan otomotif terkemuka Jepang, Nissan. "Pihak Nissan akan menimbulkan Thailand sebagai salah satu negara basis produksi kendaraan beroda empat listriknya," demikian kata Senior VP Asia dan Oseania Nissan, Yutaka Sanada. Nissan dibutuhkan sanggup memproduksi 370.000 unit mobil/tahun melalui pabrik Nissan Samut Prakan, Thailand. Nissan juga telah membangun sentra R&D untuk mendukung industri kendaraan beroda empat listrik Nissan di ASEAN. Mengapa Thailand, bukan Indonesia?

Yutaka juga mengatakan, "Nissan mau investasi di Thailand dikarenakan Thailand sudah memiliki regulasi lengkap terkait kendaraan listrik, termasuk insentif pajaknya." Di sini rupanya letak persoalannya, mengapa Thailand yang dijadikan basis industri kendaraan listrik Jepang di ASEAN. Lalu, apa tugas Indonesia, sudah niscaya akan jadi pasar utama kendaraan listrik Jepang dan produk negara lainnya lantaran besarnya populasi dan terus naiknya pendapatan perkapita penduduk Indonesia. Kondisi ini sangat saya khawatirkan semenjak pembahasan kendaraan beroda empat listrik di Bali selesai 2017.

Frost & Sullivan telah melaksanakan penelitiannya dengan judul Future of Electric Vehicle in Southeast Asia dengan responden sebanyak 1.800 orang dan dilakukan di enam negara yaitu Singapura, Indonesia, Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Filipina. Hasilnya, Indonesia menjadi salah satu negara paling berminat dengan kendaraan beroda empat listrik. Sayang di tingkat kebijakannya mampet, jadi sekali lagi kalangan investor tidak tertarik investasi kendaraan beroda empat listrik di Indonesia. Apalagi masalah pengembangan kendaraan beroda empat listrik di Indonesia sempat menjadi masalah pidana, di periode Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan.

Saya sempat dua kali menghadiri pertemuan Clean Energy Ministerial Meeting di Beijing (2017) dan Copenhagen (2018) bersama Menteri ESDM, terlihat bahwa impian pemerintah tinggi untuk segera mengoperasikan kendaraan beroda empat listrik. Namun, sayang regulasinya tidak kunjung selesai. Beberapa ahad kemudian saya dengar dari Kantor Staf Kepresidenan, Rancangan Perpresnya masih di Kemenko Maritim, sesudah usang duduk manis di Kementerian Perindustrian, entah kapan akan di sahkan. Dari Oktober 2017 hingga kini tidak kunjung terperinci posisinya.

Dengan situasi demikian, maka sanggup diperkirakan Indonesia akan kembali menjadi negara konsumen, yaitu konsumen kendaraan listrik sama menyerupai ketika ini menjadi negara konsumen kendaraan bermotor berbahan bakar fosil, terutamanya produksi Jepang. Seharusnya kesalahan menerapkan sebuah kebijakan menyerupai ini cukup satu kali untuk pembelajaran, tetapi jika hingga dua kali berbuat kesalahan yang sama (hanya sebagai konsumen kendaraan) itu artinya masuk pada taraf kebodohan.

Langkah Pemerintah

Nasi hampir menjadi bubur, tetapi kesempatan Indonesia untuk berperan dalam pengembangan kendaraan beroda empat listrik dunia masih terbuka, asalkan payung regulasinya berupa Peraturan Presiden segera terbit. Publik berharap dalam Rancangan Perpres sudah meliputi aneka macam insentif fiskal yang sanggup menurunkan harga kendaraan beroda empat listrik biar terjangkau dan kebijakan pengembangan industrinya. Termasuk, Perpres harus juga sanggup mengatur kewajiban industri otomotif yang ada untuk melaksanakan pengembangan menyerupai yang dilakukan di Thailand dan negara ASEAN lainnya.

Perpres harus menegaskan bahwa industri kendaraan bermotor berbahan bakar fosil harus sudah tidak boleh paling lambat pada 2040. Namun, sayang gosipnya klausula ini hilang di Rancangan Perpres. Entah lobi siapa ini. Ayo, pemerintah Indonesia harus berani mandiri, tidak perlu atau terpengaruh dengan rayuan gombal negara lain. Mandirilah dalam menciptakan kebijakan!

Di hulu listrik, pembangkit lebih banyak didominasi (50%) masih memakai bauran energi primer batubara. Namun, penggunaan kendaraan listrik akan mengurangi emisi gas rumah beling lantaran tingkat polusi yang disebabkan gas buang kendaraan bermotor berbahan bakar fosil berkurang. Kaprikornus sudah benar langkah pemerintah mengatur pembuatan dan penggunaan kendaraan listrik yang tidak polutif.

Terkait dengan insentif fiskal, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara beberapa waktu kemudian mengatakan, ketika ini pemangku kepentingan terkait masih membahas aneka macam hal terkait insentif dan alhasil segera diumumkan dalam waktu dekat. Sementara, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto meminta Badan Kebijakan Fiskal untuk tetapkan bea masuk sebesar 5% dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) 0% untuk kendaraan beroda empat listrik yang diimpor lantaran harga kendaraan beroda empat listrik dipasaran lebih mahal 30% dari kendaraan bermotor berbahan bakar fosil.

Semoga pembahasan Rancangan Perpres dengan beberapa sektor terkait segera sanggup diselesaikan, dan Perpres Mobil Listrik sanggup segera diimplementasikan.

Agus Pambagio pemerhati kebijakan pubik dan donasi konsumen

Tulisan ini ialah kiriman dari pembaca detik, isi dari goresan pena di luar tanggung jawab redaksi. Ingin menciptakan goresan pena kau sendiri? Klik di sini sekarang!

Sumber detik.com

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama