Zaman Start Up
Zaman Start UpIshadi SK (Ilustrasi: Edi Wahyono/detikcom)

Jakarta -Sekarang ini zaman start up. Banyak orang muda yang mulai berbisnis start up. Beberapa berhasil tapi banyak lainnya berhenti sementara atau selamanya. Menkominfo yang sering memonitor start up, alasannya ialah telekomunikasi digital yang menjadi prasarana basic bisnis start up di bawah pengamatannya. Ia mengklaim telah membina, paling tidak mendorong 1.000 start up yang berhasil meski masih dalam skala yang kecil di seluruh Indonesia. Cirinya bertahan pada bisnisnya 3 tahun paling sedikit dan telah mempunyai 20 orang yang bekerja bersamanya.

Rama Mamuaya yang rajin mengamati start up di Indonesia menyebut ada tiga kelompok kategori start up:
--Para pencipta "game"
--Para aplikasi edukasi/pendidikan
--Para perjuangan perdagangan menyerupai e-commerce dan perjuangan informasi

Sejarah bisnis di Indonesia telah berumur panjang, 20 Maret 1602, 417 tahun yang kemudian VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) didirikan oleh Johan van Oldenbarnevelt. Kantor sentra di Amsterdam dan cabang di Batavia, Hindia Belanda. Dalam waktu singkat perusahaan ini berkembang pesat didukung oleh penguasa yang intinya menjajah Hindia Belanda waktu itu. VOC diberi hak-hak istimewa, di antaranya boleh mempunyai tentara, mempunyai mata uang, bernegosiasi dan menyatakan perang dengan negara lain; Inggris, Spanyol dan Portugal.

Juga kerajaan lokal di Aceh, Sumatera, Jawa, Sulawesi dan Maluku. VOC mempunyai hak monopoli flora menyerupai cengkeh, pala, kayu manis dan rempah-rempah lainnya.

Tahun 1669, sesudah 67 tahun menjadi perjuangan monopoli dan akomodasi tak terbatas. VOC berubah menjadi perusahaan terkaya dengan 150 kapal dagang, 40 kapal perang, 50.000 pekerja dan 10.000 tentara. Namun dua masa sesudah berkuasa semena-mena, VOC dibubarkan alasannya ialah tidak bisa bertahan melawan kepentingan Inggris dan Spanyol. Khususnya ketika Napoleon Bonaparte, kepala negara Perancis, menaklukkan kerajaan Belanda di Eropa.

Di awal masa ke-19, pemerintahan kolonial Belanda mendirikan De Javasche Bank di Batavia. Dalam waktu singkat De Javasche Bank berkembang membuka cabang di Semarang, Surabaya, Sumatrera, Kalimantan, Sulawesi dan New York, yang merupakan jajahan Belanda di benua Amerika.

De Javasche Bank dinasionalisasi, tahun 1951, sesudah pemerintah Indonesia berdaulat penuh dan membayar semua saham Java Bank dengan harga 120% dari harga pasar. De Javasche Bank diambil alih dan diubah namanya menjadi Bank Indonesia dan berfungsi sebagai Bank Sentral, hingga sekarang.

September 1950, setidaknya 22 perusahaan perkebunan peninggalan Belanda di Sumatera dan Jawa diambil alih negara menjadi kelompok Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Negara (BPUPPN).

Tahun 1967 giliran 30 perusahaan dagang Belanda diambil alih. Salah satu di antaranya ialah grup "The Big Five", Boorsumij, Internatio, Jacobson van den Berg, Lindeteves Stokvis, dan Geowehry. Seluruh perusahaan perdagangan itu dilebur dalam PT Negara yang berbentuk Badan Usaha Perdagangan (BUD). Perusahaan itu kemudian menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dikenal sekarang.

Memasuki masa ke-21, BUMN berkembang dalam waktu yang bersamaan tumbuh berkembang perusahaan swasta yang awalnya menerima pemberian pemerintah. Dalam waktu relatif singkat berubah menjadi perjuangan raksasa di dalam dan luar negeri. Dalam bentuk konglomerasi swasta yang makin usang makin membesar, utamanya sesudah tahun 1965 seiring mundurnya Presiden Soekarno, digantikan Presiden Soeharto.

Tahun 1970 hingga tahun 2000 perusahaan swasta berkembang menggarap wilayah perjuangan di luar BUMN, hingga sekarang.

Seiring dengan penggantian waktu milenial tahun 2000, terjadi perubahan besar di sektor bisnis seluruh dunia. Diawali dengan sebuah revolusi cara orang berkomunikasi, bersamaan dengan itu berubah pula cara orang berdagang, berjalan dan membeli perangkat barang dan jasa.

Perubahan terjadi berkat penemuan orang-orang muda di Amerika Serikat yang memperkenalkan tata cara berkomunikasi yang baru. Perhatikan tahap-tahap masanya.

1976: Bill Gates (21) dan Steve Jobs (21) menemukan Microsoft dan Apple Computer.

1995:
--Pierre Omidyar (28) menemukan eBay, lelangan online sedunia.
--Jerry Yang (26) dan David Filo (29) menemukan mesin pencari Yahoo, yang kemudian menjadi jaringan Google. Yahoo kemudian dibeli Microsoft senilai US$ 44,6 Miliar.

1998:
Larry Page (29) dan Sergey Brin (24) menemukan Google, mesin pencari segala fakta dan bahasa. Berdua mereka dalam usia dini menyerupai itu membuat perusahaan senilai satu multi miliar dollar yang mengguncangkan internet sedunia.

2004:
--Tom Anderson membuat jaringan sosial dunia MySpace di usia 23 tahun. Ia tercatat sebagai pendiri dari jaringan sosial yang digunakan luas di internet.

--Mark Zuckerberg ketika berusia 19 tahun alasannya ialah putus cinta dengan sesama sobat kuliah di Harvard University, tetapkan berhenti kuliah dan menekuni Facebook sebagai satu platform jaringan sosial bagi sampaumur di sekolah tinggi tinggi. Facebook merupakan situs web jaringan sosial terbesar di dunia, mengungguli MySpace. Sejak dua tahun kemudian Mark Zuckerberg sudah me-launching Libra: Criptocurrency-Bitcoin yang laku keras di pasar meskipun Bank Indonesia, Bank Sentral Amerika, Bank Sentral Prancis, Bank Sentral Inggris dan Bank Sentral India menolak.

2005:
Steve Chen (27) dan Chad Hurley (28), pencipta Youtube, situs web "berbagi video online".


2009:
Jan Koum (33) dan Brian Acton (37) menemukan Whatsapp, aplikasi pesan untuk smart phone. WA merupakan aplikasi pesan lintas platform yang memungkinkan bertukar pesan tanpa biaya.

2010:
Kevin Systrom (27) dan Mike Krieger (24), pendiri Instagram, sebuah aplikasi membuatkan foto yang memungkinkan pengguna mengambil foto, menerapkan filter digital dan membaginya ke banyak sekali layanan jejaring sosial, secara cuma-cuma.

Nah terperinci bukan, berkat temuan-temuan ini semua komunikasi insan tergantikan dalam sistem yang mendunia, secara lebih lengkap, dalam angka, huruf, gambar dalam wujud yang tak terbatas, lebih cepat dan lebih murah.

Yang pada jadinya mengubah semua cara kita bertemu, berbicara, bercanda dan bermasalah. Cara berbisnis pun berubah, lebih tak terbatas, lebih cepat, lebih singkat dan lebih murah.

Lahir bisnis start up, yang kini berkembang menjamur, di banyak sekali sektor, dan mengubah cara orang berbelanja, mengatur perjalanan, membeli tiket angkutan atau segala jenis tiket pertunjukan dan semuanya bisa dilakukan instan di rumah, di mobil, di pesawat terbang dan di bahari terpencil.

Beberapa perjuangan start up kemudian sukses hanya dalam kurun waktu singkat (di bawah 10 tahun). Bandingkan dengan VOC yang mencapai puncak sesudah berusaha 160 tahun, atau perusahaan rokok Djarum dan Gudang Garam, perusahaan terbesar di Indonesia yang mencapai puncaknya sesudah 50 tahun, membangun industrinya.

Usaha start up menanjak sesudah kunjungan Presiden Jokowi ke Silicon Valley, Februari 2016 dan bertemu face to face dengan Mark Zuckerberg. Sejak itu Jokowi memerintahkan Menteri-Menterinya untuk mendorong 1.000 start up gres guna menjadi pengusaha sukses dan menjadi Unicorn --bisnis yang mempunyai nilai valuasi sedikitnya US$ 1 Miliar.

Dari data yang dikumpulkan CNBC Indonesia, 28 Oktober 2018 tercatat lima start up yang berhasil meraih tingkat Unicorn:

--Gojek, didirikan oleh Nadiem Makariem. Meluncurkan aplikasi berbasis Android dan iOS untuk mengubah sistem pemesanan transportasi berbasis call center.

--Bukalapak, digagas bersama oleh Achmad Zaky, Nugroho Herucahyono dan Fajrin Rasyid di rumah kost semasa kuliah di ITB.

--Tokopedia, diluncurkan 17 Agustus 2009, oleh William Tanuwijaya dan Leontinus Alpha Edison. Lima tahun kemudian alasannya ialah kekuatan fokus pada perjuangan jual beli kebutuhan barang pokok. Menjadi sangat banyak customer dan sekaligus menerima masukan investasi jumbo. Pada bulan Agustus, delapan tahun sesudah didirikan, Tokopedia berubah menjadi perusahaan tingkat dunia, sesudah disuntik modal oleh Alibaba, senilai US$ 1,1 Miliar.

--Traveloka, didirikan tahun 2012 oleh Ferry Unardi, Derianto Kusuma dan Albert Zhang, mendirikan mesin khusus, mesin pencari tiket pesawat, pemesanan hotel dan banyak sekali aktivitas angkutan maupun pertunjukan lainnya.

--OVO, menjadi start up status Unicorn semenjak 19 Maret 2019. Perusahaan milik LIPPO Group ini menyasar pasar yang masih kosong sebagai perusahaan aplikasi dompet digital (e-wallet) pertama di Indonesia. Laporan CB Insight OVO disebutkan mempunyai valuasi US$ 2,9 Miliar, terbesar dibanding para Unicorn sebelumnya.

Demikianlah gerak cepat para start up muda Indonesia, sebuah tata cara bisnis gres yang berkembang alasannya ialah penggunaan internet bisa menggelembungkan perjuangan bisnisnya dengan teramat sangat cepat. Usaha bisnis gres yang dalam banyak situasi bisa mematahkan perusahaan bisnis konvensional yang selama puluhan tahun telah dengan susah payah dirintis.

Barangkali yang akan menjadi soal ialah kelima Unicorn di Indonesia berkembang cepat, sangat cepat didorong oleh investor start up dari banyak sekali negara yang menyebabkan potongan saham para start up Unicorn Indonesia tinggal 10%-20% saja. Kalau ini terus berkembang semua Unicorn start up Indonesia akan hanya menjadi pemilik minoritas dari usahanya yang dibangun dengan susah payah semenjak awal.

Lantas apa bedanya dengan perjuangan bisnis di zaman kolonial sebelum kemerdekaan, di mana pribumi hanya menjadi penonton atau paling beruntung hanya menikmati kepemilikan saham perjuangan atas dasar belas kasih secuil saham, menyerupai dinikmati para Raja dan Sultan yang hidup dalam kungkungan kekuasaan penjajah Belanda waktu itu?

Apakah sejarah berulang? Waktu yang bisa menjawab alasannya ialah di era serba cepat ini segala sesuatu bisa berubah. Siapa tahu akan ditemukan spesies gres bisnis "The New Start Up-er".

Ishadi SK Komisaris Transmedia


Tulisan ini ialah kiriman dari pembaca detik, isi dari goresan pena di luar tanggung jawab redaksi. Ingin membuat goresan pena kau sendiri? Klik di sini sekarang!

Sumber detik.com

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama