Banyuwangi -Pemkab Banyuwangi berkolaborasi dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyiapkan SDM pengembangan kopi dan cokelat dari hulu ke hilir. Fokus kerja sama ini yaitu para pelajar Sekolah Menengah kejuruan dan santri untuk didorong menjadi pegiat bisnis rintisan kopi dan cokelat.
Kepala BPPT Hammam Riza menjelaskan, kerja sama dengan Banyuwangi melibatkan banyak bidang teknologi. BPPT bakal fokus pengembangan kopi dan kakao. Itu pun dilakukan mulai dari hulu sampai hilir.
"Kami fokus membantu dari hulu ke hilir untuk teknologi pangan," kata Hammam kepada detikcom, usai penandatanganan MoU kerjasama di Pendopo Sabha Swagata, Jumat (8/3/2019).
Untuk hulu, BPPT membantu budidaya kopi dan kakao lewat teknologi smart farming. Bila produktivitas sudah meningkat, selanjutnya tahapan pengolahan kopi dan kakao untuk menghasilkan kopi dan cokelat dengan keunggulan rasa.
"Proses hulu ke hilir itu untuk mencetak technopreneur agribisnis. Kami salut dengan Banyuwangi yang melibatkan pelajar dan santri untuk dilatih, ikut bimbingan teknis pengolahan dan pengembangan kopi dan cokelat," kata Hammam.
"Dengan melibatkan santri dan SMK, dapat menumbuhkan young technopreneur yang berbasis pertanian. BPPT siap total membantu Banyuwangi," pungkasnya.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menyambut baik kerjasama dengan BPPT tersebut. Ini sebagai bentuk penyiapan SDM kopi dan kakao di Banyuwangi.
Anas mengatakan, kopi dan cokelat dipilih alasannya yaitu trennya terus berkembang pesat. Saat ini muncul lebih dari 100 bisnis rintisan kopi dan cokelat dengan aneka macam merek yang digerakkan bawah umur muda Banyuwangi.
"Konsumsi kopi Indonesia cuma 1,5 kilogram per kapita per tahun. Jepang 5 kilogaram, Finlandia bahkan 12 kilogram. Pasar ke depan sangat cerah. Kalau naik 4 kilogram per kapita per tahun, kebutuhan kopi dalam negeri tembus 1 juta ton, melebihi produksi sekarang, kita bakal kewalahan, maka butuh SDM yang kompeten dari hulu ke hilir," ujarnya.
Demikian pula konsumsi cokelat Indonesia masih sangat rendah, hanya kisaran 0,4 kilogram per kapita per tahun. Di Singapura, misalnya, konsumsinya tembus 1 kilogram per kapita per tahun.
"Kopi dan cokelat dapat menjadi ladang bisnis menggiurkan bagi lulusan Sekolah Menengah kejuruan dan santri. Kuncinya tiga: bikin produk yang baik, jangan kemahalan dan jangan kemurahan, pasarkan online. Sudah itu saja, Insya Allah laris," paparnya.
Dalam kerja sama ini, pada tahap awal, ratusan siswa dan santri dari 10 Sekolah Menengah kejuruan dan pesantren dilatih hulu ke hilir kopi dan cokelat.
"Ini juga menerjemahkan aba-aba Presiden Jokowi bahwa bawah umur muda semenjak dini harus didesain sebagai generasi kreatif, termasuk soal kewirausahaan. Ketika bertemu para bupati, Pak Jokowi mencontohkan besarnya potensi kopi sebagai pencetus ekonomi rakyat," kata Anas.
Sumber detik.com
Posting Komentar