Jakarta -
Beberapa hari yang lalu, di depan rumah lewat seorang ibu paruh baya yang jalan kaki. Tak abnormal lagi di mata saya ia yakni ibu yang biasanya tiba ke rumah memijat nenek. Siang itu tiba menemui saya yang kebetulan sedang di depan gerbang. Ibu tersebut bertanya, "Mas, Jalan Semeru XV mana?"
Sekilas saya melihat ibu tersebut juga sedang membawa HP jadul semacam tipe 3610 dan saya pun menjawab dengan batin menebak, niscaya ibu ini mau memijat klien, "Oh, itu, Bu satu-dua gang dari sini kemudian belok ke kanan," sambil jari saya dan menunjuk arah jalan.
Kemudaan susukan internet dengan aneka macam platform layanan yang memudahkan para pengguna tidak serta merta dirasakan oleh semua masyarakat, terutama masyarakat desa. Pemerataan distribusi, harga barang maupun jasa harus diimbangi dengan kecakapan masyarakat memakai smartphone.
Seperti pola ibu jasa pijat tersebut, di ketika tersedianya platform "Go Massage" dan sejenisnya marak digunakan, ia masih gagap teknologi. Jangankan melebarkan sayap mencari klien baru, cari alamat satu klien saja kadang susah. Sama halnya ketika polemik "ojek konvensional" dengan "ojek online".
Saya yakin jikalau berbicara perihal omset, ibu jasa pijat tersebut juga dipengaruhi oleh adanya platform jasa sejenis dengan susukan internet yang gampang dan cepat. Sehingga penyedia jasa sanggup menjangkau semua keberadaan klien jasa tersebut. Studi kasus ibu jasa pijat itu gres satu pola yang belum cakap akan akomodasi IT.
Sekilas saya melihat ibu tersebut juga sedang membawa HP jadul semacam tipe 3610 dan saya pun menjawab dengan batin menebak, niscaya ibu ini mau memijat klien, "Oh, itu, Bu satu-dua gang dari sini kemudian belok ke kanan," sambil jari saya dan menunjuk arah jalan.
Kemudaan susukan internet dengan aneka macam platform layanan yang memudahkan para pengguna tidak serta merta dirasakan oleh semua masyarakat, terutama masyarakat desa. Pemerataan distribusi, harga barang maupun jasa harus diimbangi dengan kecakapan masyarakat memakai smartphone.
Saya yakin jikalau berbicara perihal omset, ibu jasa pijat tersebut juga dipengaruhi oleh adanya platform jasa sejenis dengan susukan internet yang gampang dan cepat. Sehingga penyedia jasa sanggup menjangkau semua keberadaan klien jasa tersebut. Studi kasus ibu jasa pijat itu gres satu pola yang belum cakap akan akomodasi IT.
Ketidakcakapan tersebut harus jadi perhatian pemerintah menyambut periode Industri 4.0. Pemerintah dan semua elemen pemangku kepentingan harus bertanggung jawab memfasilitasi masyarakat desa untuk menunjang skill IT. Hal ini sangat perlu guna menyiapkan secara dini menyambut kegiatan Kementerian Kominfo perihal Palapa Ring.
Palapa ring merupakan proyek infrastruktur telekomunikasi berupa pembangunan serat optik sepanjang puluhan ribu kilometer di seluruh Indonesia. Proyek Palapa Ring merupakan kegiatan pemerintah yang akan menjadi tulang punggung jaringan broadband Indonesia. Proyek tersebut digambarkan dalam tujuh lingkar kecil serat optik (untuk wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, Papua, Sulawesi, dan Maluku) dan satu backhaul untuk menghubungkan semuanya.
Menurut Kominfo, "Proyek Palapa Ring sanggup memperlihatkan manfaat besar kepada seluruh masyarakat Indonesia. Dengan membangun jaringan serat optik secara meluas, susukan terhadap internet akan semakin cepat dan mudah. Serat optik dipakai sebagai penyambung alasannya yakni sejauh ini komponen itu masih menjadi media terbaik dalam mengalirkan sinyal."
Tidak hanya mengandalkan konsep pembangunan jalur serat optik, untuk mencapai kemerdekaan sinyal pemerintah juga membangun satelit multifungsi. Jaringan optik hanya berhenti di kabupaten/kota. Masih ada desa yang jauh dari kabupaten/kota yang susah dijangkau sehingga serat tidak bisa ditarik hingga sana. Intinya, dari rangkaian proyek infrastruktur telekomunikasi tersebut akan memperlihatkan konektivitas yang baik hingga ke pedesaan.
Impact-nya perekonomian digital semakin berkembang, perdagangan, pertanian, perikanan, tele-education, tele-health, dan sebagainya. Teman sekolah Sekolah Menengan Atas saya alumni FMIPA ITB mengatakan, "Semua akan dibentuk semacam miniatur. Ingin makan, makanan tiba sendiri. Ingin jalan-jalan, ada yang jemput. Ingin kerja, bisa di-remote dari rumah. Ingin uang, tinggal transaksi secara online. Ingin ini dan itu tinggal pencet di gadget, sedekat jari kita ke touch screen dan seterusnya."
Perubahan teknologi yang begitu masif menciptakan sebagian masyarakat mengalami kesulitan untuk adaptasi. Proses fasilitasi dari pemerintah tersebut masih mengarah pada ketersediaan susukan atau jalur. Selanjutnya, pemerintah juga harus memperhatikan kualitas SDM secara menyeluruh. Kualitas SDM yang dimaksud yakni kemampuan masyarakat untuk melek teknologi digital, bukan sekadar melek huruf. Jika dulu dituntut melek karakter biar tidak bodoh, kini dituntut untuk melek teknologi digital biar tidak gagap dan tak berkemajuan.
Pemerataan ekonomi teknologi digital sejatinya yakni tersedianya susukan seluas mungkin termasuk dalam proyek Palapa Ring tersebut dan kesiapsediaan masyarakat memakai susukan tersebut. Jika hanya pembangunan susukan saja yang digencarkan dan mengabaikan pemerataan kualitas SDM, percuma, masyarakat desa hanya jadi penonton, tergerus secara model. Inilah periode disrupsi, munculnya perubahan dalam dunia bisnis mengganggu keberadaan pelaku lama.
Sejalan dengan dimulainya proses pembangunan infrastruktur telekomunikasi, ketika itu juga pemerintah melalui kementerian terkait harus menggencarkan kegiatan edukasi teknologi digital bagi masyarakat yang membutuhkan dari kota hingga ke desa. Program ini harus jadi prioritas sejajar dengan pembangunan infrastruktur telekomunikasi. Hasilnya yakni ketika proyek infrastruktur selesai, masyarakat sudah siap memerankan objeknya masing-masing dalam platform digital.
Efisiensi anggaran, diperlukan dana desa ke depan harus fokus pada pemberdayaan masyarakat menghadapi gagahnya Palapa Ring. Sebelumnya, pemerintah telah mengucurkan miliaran dana desa ke beberapa daerah. Menurut situs Kementerian Keuangan, realisasi dana desa hingga simpulan Juni kemudian mencapai RP 41,83 triliun atau 59,76% dari pagu alokasi sebesar Rp 70 triliun. Sejauh ini, pemerintah mengalokasikan Rp 257 triliun semenjak 2015 hingga 2019.
Menurut laporan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi penggunaan dana tersebut selama ini lebih mengarah pada pembangunan infrastruktur dasar: jalan, bendungan air, jembatan, irigasi, dan sebagainya. Terlepas ada benar-salahnya proses realisasi dana desa dan sebagainya itu, melihat besaran dana sangat mungkin dan cukup untuk proses pembangunan dasar, dirasa sudah selesai hingga tutup anggaran 2019.
Masih dalam kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang telah dilantik untuk periode kedua, pemerintah bertekad untuk mengalokasikan anggaran dana desa hingga Rp 400 triliun selama 5 tahun ke depan, hingga 2024. Jika pembangunan infrastruktur telekomunikasi dimotori oleh Kementerian Kominfo, maka biar ada proses gotong-royong, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi bisa mengambil tugas dalam kegiatan edukasi teknologi digital masyarakat. Hal ini masuk dalam kategori tertinggal, yaitu tertinggal secara kualitas dan skill memfungsionalisasikan teknologi digital.
Proses edukasi yang dimotori pemerintah melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi bisa dilakukan pembinaan teknologi secara offline (langsung tatap muka) contohnya di setiap balai desa. Atau secara online di gasibu desa yang terhubung dengan trainer sentra (virtual guidance).
Inti dari proses edukasi teknologi ini yakni semacam tersedianya pelatih pendidik teknologi digital untuk masyarakat di tiap desa. Tugas pembimbing selain harus membimbing mereka juga harus selalu berguru mengikuti perkembangan zaman dan teknologi, kemudian mentransformasikan kepada masyarakat. Harapannya sehabis melalui proses edukasi teknologi digital dan pembangunan Palapa Ring terwujud, maka tercipta masyarakat digital atau digital society yang mandiri, cerdas, kreatif, dan melek teknologi.
Inti dari proses edukasi teknologi ini yakni semacam tersedianya pelatih pendidik teknologi digital untuk masyarakat di tiap desa. Tugas pembimbing selain harus membimbing mereka juga harus selalu berguru mengikuti perkembangan zaman dan teknologi, kemudian mentransformasikan kepada masyarakat. Harapannya sehabis melalui proses edukasi teknologi digital dan pembangunan Palapa Ring terwujud, maka tercipta masyarakat digital atau digital society yang mandiri, cerdas, kreatif, dan melek teknologi.
Tulisan ini yakni kiriman dari pembaca detik, isi dari goresan pena di luar tanggung jawab redaksi. Ingin menciptakan goresan pena kau sendiri? Klik di sini sekarang!
Sumber detik.com
Posting Komentar