Cerita Trio Dokter Cinta Dari Jakarta
Cerita Trio Dokter Cinta dari JakartaFoto: Dok. Kelas Cinta

Jakarta -

Suaca cerah tak bisa menutupi muramnya hati tiga lelaki muda yang sedang meriung di sebuah kafe. Tak tampak sedikit pun semburat senyum di bibir mereka. Kei Savourie, Lex dePraxis dan Jet Veetlev, serius saling curhat duduk kasus percintaan mereka. Saat itu usia ketiga laki-laki ini masih berkisar di 20-an awal. Masa di mana mereka sedang semangat-semangatnya mencari pasangan.

Sayangnya, langkah mereka selalu bertemu dengan momok yang paling ditakuti para jomlo sedunia. Pemuda-pemuda ini rupanya "berjodoh" dengan bundar setan berjulukan friendzone alias zona teman. "Kisah percintaan kami bertiga sedih, nggak ada yang mau pokoknya, ditolak terus, masuk friendzone terus. Boro-boro diselingkuhin, pacar aja nggak punya," seloroh Kei dikala ditemui detikX beberapa hari lalu.

Menghadapi problem yang sama, Kei, Lex, dan Jet yang berkenal di sebuah lembaga online kesannya setuju kopi darat. Dari hasil curhat dari kafe ke kafe mereka setuju mulai mencari jalan keluar duduk kasus percintaan yang membelit. Karena semua mempunyai hobi membaca, mereka memulai dengan riset. Segala macam materi bacaan dilahap baik yang didapatkan dari internet maupun dari banyak sekali buku acuan dari luar negeri.

Baca Juga: Jago PDKT, Bukan Playboy

Dari hasil riset, berdasarkan Kei, mereka menemukan kesalahan fundamental terkait contoh pikir laki-laki ketika mendekati perempuan. Selama ini kaum laki-laki menyangka perempuan itu lebih menentukan pasangan yang mempunyai paras ganteng, punya kelakuan baik, dan rela berkorban. "Ternyata ketika perempuan melihat seorang pria, maka ia akan melihat sosok laki-laki yang jantan bukan ketulusan," kata Kei. "Ia (wanita) akan melihat cowok yang percaya diri, tegas, manly. Bukan berarti harus punya body yang besar dan berotot, tapi kelihatan-lah dari cara duduknya, cara jalannya, ada percaya diri."

Setelah merasa ilmu yang didapatkan sudah memadai, mereka pun mulai mempraktekan teori-teori itu untuk diri sendiri. Tak butuh usang bagi Kei untuk mendapat pasangan yang diidamkannya. Begitu pula dengan dua mitra yang kemudian jadi sahabatnya. "Jadi yang selama ini kami omongin dan lakukan dikira cuma opini belaka atau asbun. Padahal ada materi risetnya. Makanya kami bisa bilang bahwa ternyata cinta itu logis, ada pattern yang bisa diamati dan dipelajari," ujar Lex dePraxis.

Baca Juga: Mencari Cinta di Biro Jodoh Tua

Keberhasilan mengatasi permasalahan asmara dengan teori yang dipelajari sendiri, menciptakan ketiganya melihat sebuah peluang bisnis. "Kalau di luar negeri, terutama di negara barat konsultan semacam ini sudah banyak. Kami banyak berguru dari mereka. Mereka training tapi bukan agen jodoh loh, ya," ujar Kei. Mereka pun menyepakati menciptakan sebuah lokakarya perihal asmara.

Pengumuman soal program itu mereka sebar lewat milis-milis dan di kolom komentar sejumlah blog. Ternyata program pertama mereka di Februari 2006 itu hanya dihadiri satu orang peserta. "Uang bantuan Rp 200 ribu buat makan. Tapi bahagia banget pertama bisa dapet," ujar Kei. Memang waktu itu mereka masih bergelut dengan pekerjaan masing-masing dan training itu dijadikan sambilan saja. Namun mereka berkomitmen training harus digelar tiap bulan.

Baca ulasan selengkapnya di detikX edisi 22 Juni 2019



Sumber detik.com

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama